Tulisan ini sudah mengalami perpindahan Blog
dari Blog satu ke Blog lainnya, sehingga Saya kebingungan mencari
Penulis Aslinya. Tapi walaupun begitu Tulisan ini Sungguh Luar Biasa
untuk di Renungkan oleh Kita semuanya. Untuk kebaikan semua Saya mohon
ijin untuk memuat ulang di halaman ini jika Anda yang membaca adalah
Penulisan Aslinya.
salam – Mencari jati diri dala...m renungan dan tafakkur pada ilahi
———————————————
Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita percaya bahwa kebohongan akan
membuat manusia terpuruk dalam penderitaan yang mendalam, tetapi kisah
ini justru sebaliknya.
Dengan adanya kebohongan ini, makna
sesungguhnya dari kebohongan ini justru dapat membuka mata kita dan
terbebas dari penderitaan, ibarat sebuah energi yang mampu mendorong
mekarnya sekuntum bunga yang paling indah di dunia.
Cerita
bermula ketika aku masih kecil, aku terlahir sebagai seorang anak
laki-laki di sebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan saja,
seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberikan porsi nasinya
untukku. Sambil memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata :
“Makanlah nak, aku tidak lapar” ———- KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA
Ketika saya mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan waktu
senggangnya untuk pergi memancing di kolam dekat rumah, ibu berharap
dari ikan hasil pancingan, ia bisa memberikan sedikit makanan bergizi
untuk petumbuhan. Sepulang memancing, ibu memasak sup ikan yang segar
dan mengundang selera. Sewaktu aku memakan sup ikan itu, ibu duduk
disamping ku dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang
yang merupakan bekas sisa tulang ikan yang aku makan. Aku melihat ibu
seperti itu, hati juga tersentuh, lalu menggunakan sumpitku dan
memberikannya kepada ibuku. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya, ia
berkata :
“Makanlah nak, aku tidak suka makan ikan” ———- KEBOHONGAN IBU YANG KEDUA
Sekarang aku sudah masuk SMP, demi membiayai sekolah abang dan kakakku,
ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah kotak korek api untuk
ditempel, dan hasil tempelannya itu membuahkan sedikit uang untuk
menutupi kebutuhan hidup. Di kala musim dingin tiba, aku bangun dari
tempat tidurku, melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan dengan
gigihnya melanjutkan pekerjaanny menempel kotak korek api. Aku berkata
:”Ibu, tidurlah, udah malam, besok pagi ibu masih harus kerja.
” Ibu tersenyum dan berkata :”Cepatlah tidur nak, aku tidak capek” ———- KEBOHONGAN IBU YANG KETIGA
Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat menemaniku pergi
ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai menyinari, ibu
yang tegar dan gigih menunggu aku di bawah terik matahari selama
beberapa jam. Ketika bunyi lonceng berbunyi, menandakan ujian sudah
selesai. Ibu dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah
disiapkan dalam botol yang dingin untukku. Teh yang begitu kental tidak
dapat dibandingkan dengan kasih sayang yang jauh lebih kental. Melihat
ibu yang dibanjiri peluh, aku segera memberikan gelasku untuk ibu sambil
menyuruhnya minum.
Ibu berkata :”Minumlah nak, aku tidak haus!” ———- KEBOHONGAN IBU YANG KEEMPAT
Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus merangkap
sebagai ayah dan ibu. Dengan berpegang pada pekerjaan dia yang dulu, dia
harus membiayai kebutuhan hidup sendiri. Kehidupan keluarga kita pun
semakin susah dan susah. Tiada hari tanpa penderitaan. Melihat kondisi
keluarga yang semakin parah, ada seorang paman yang baik hati yang
tinggal di dekat rumahku pun membantu ibuku baik masalah besar maupun
masalah kecil. Tetangga yang ada di sebelah rumah melihat kehidupan kita
yang begitu sengsara, seringkali menasehati ibuku untuk menikah lagi.
Tetapi ibu yang memang keras kepala tidak mengindahkan nasehat mereka,
Ibu berkata : “Saya tidak butuh cinta” ———-KEBOHONGA N IBU YANG KELIMA
Setelah aku, kakakku dan abangku semuanya sudah tamat dari sekolah dan
bekerja, ibu yang sudah tua sudah waktunya pensiun. Tetapi ibu tidak
mau, ia rela untuk pergi ke pasar setiap pagi untuk jualan sedikit sayur
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kakakku dan abangku yang bekerja di
luar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk membantu memenuhi
kebutuhan ibu, tetapi ibu bersikukuh tidak mau menerima uang tersebut.
Malahan mengirim balik uang tersebut.
Ibu berkata : “Saya punya duit” ———-KEBOHONGA N IBU YANG KEENAM
Setelah lulus dari S1, aku pun melanjutkan studi ke S2 dan kemudian
memperoleh gelar master di sebuah universitas ternama di Amerika berkat
sebuah beasiswa di sebuah perusahaan. Akhirnya aku pun bekerja di
perusahaan itu. Dengan gaji yang lumayan tinggi, aku bermaksud membawa
ibuku untuk menikmati hidup di Amerika. Tetapi ibu yang baik hati,
bermaksud tidak mau merepotkan anaknya, ia berkata kepadaku :
“Aku tidak terbiasa” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KETUJUH
Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit kanker lambung,
harus dirawat di rumah sakit, aku yang berada jauh di seberang samudra
atlantik langsung segera pulang untuk menjenguk ibunda tercinta. Aku
melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya setelah menjalani
operasi. Ibu yang keliatan sangat tua, menatap aku dengan penuh
kerinduan. Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya terkesan agak kaku
karena sakit yang ditahannya. Terlihat dengan jelas betapa penyakit itu
menjamahi tubuh ibuku sehingga ibuku terlihat lemah dan kurus kering.
Aku sambil menatap ibuku sambil berlinang air mata. Hatiku perih, sakit
sekali melihat ibuku dalam kondisi seperti ini. Tetapi ibu dengan
tegarnya berkata :
“Jangan menangis anakku, Aku tidak kesakitan” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KEDELAPAN.
Setelah mengucapkan kebohongannya yang kedelapan, ibuku tercinta menutup matanya untuk yang terakhir kalinya.
Dari cerita di atas, saya percaya teman-teman sekalian pasti merasa
tersentuh dan ingin sekali mengucapkan : ” Terima kasih Ibu ! “
Coba
dipikir-pikir teman, sudah berapa lamakah kita tidak menelepon ayah ibu
kita? Sudah berapa lamakah kita tidak menghabiskan waktu kita untuk
berbincang dengan ayah ibu kita?
Di tengah-tengah aktivitas
kita yang padat ini, kita selalu mempunyai beribu-ribu alasan untuk
meninggalkan ayah ibu kita yang kesepian. Kita selalu lupa akan ayah dan
ibu yang ada di rumah. Jika dibandingkan dengan pacar (maaf yah nyindir
yg pacaran), kita pasti lebih peduli dengan pacar. Buktinya, kita
selalu cemas akan kabar pacar, cemas apakah dia sudah makan atau belum,
cemas apakah dia bahagia bila di samping kita…??
Namun, apakah
kita semua pernah mencemaskan kabar dari ortu kita? Cemas apakah ortu
kita sudah makan atau belum? Cemas apakah ortu kita sudah bahagia atau
belum? Apakah ini benar? Kalau ya, coba kita renungkan kembali lagi…
Di waktu kita masih mempunyai kesempatan untuk membalas budi ortu kita,
lakukanlah yang terbaik.
Jangan sampai ada kata “MENYESAL” di kemudian hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar